Tetes demi tetes air mulai lahir dari
rakhim sang mendung yang sedari tadi membuncit, membuat kota Demak bagai kota
yang surut, beberapa pengendara menepiskan kuda besi mereka atau sekedar
memakai jas hujan.
Rupanya dinginnya air hujan belum mampu
menetralisir panasnya hati Fatin, teriakan para pengumpat yang terkena percikan
air yang diproduksi oleh ban Vespa tahun ’45 an nya pun tak digubrisnya, dengan
kencang ia melaju, dan tiba-tiba hati fatin mulai terusik lagi, yang membuat raut
wajahnya bagai jeruk yang tak sempurna matang.
Sesampai di rumah ..
“kreeek..” (suara pintu kayu yang dibuka
oleh fatin)
“sudah
pulang nduk ..?” (tanya ibu Fatin
dengan logat Demak yang begitu kental), tanpa didahului salam dan cium tangan,
Fatin membalas dengan begitu tak pantas “Bu’e, uang semesterannya mana?” dengan
bergegas ibunya menghampiri Fatin dan memberikan seluruh uang hasil jualan nasi
bungkus yang dijualnya di SD dekat rumahnya.
“ininduk
, bu’e baru punya segini”
“Haaa ..kok
Cuma dua ratus ribu? bu’e ini gimana sih? aku kan sudah minta dari 2 minggu
yang lalu? kalau begini Fatin bisa mengerjakan di luar ruangan!” dengan
intonasi tinggi yang begitu tak patut di ucapkan kepada seorang ibu.
“iya nduk,
nanti bu’e kasih uang lagi, ibu Qosidah tetangga kita yang kaya itu pasti mau
meminjami bu’e uang, atau biar bu’e jual kalung bu’e ini” jawab ibunya dengan
meraba kalung penghias lehernya yang diberikan suaminya sebagai mas kawin dulu.
Namun sekarang dia sudah kembali ke Rahmatullah 5 tahun silam, tiba-tiba
terdengar suara “ngeeek” suara pintu
kamar yang berada di belakang ibu fatin, ternyata Rifa adik Fatin mendengar
kemarahan kakak satu-satunya itu di balik pintu kamarnya . “kakak, kakak itu
kenapa sih? gak sopan banget sama bu’e ?” dengan wajah pucat dan mata agak
memerah terlihat bekas air mata di pipinya, dengan spontan telapak tangan Fatin
melayang di pipi Rifa yang begitu polos tanpa balutan make-up “plaaakk” kamu
masih kecil gak usah ikut campur, “Fatiiin” suara ibunya sambil memeluk dan
mengelus pipi anak bungsunya itu.
Bergegas Fatin
menyartarter kuda besinya menuju ke selatan tepatnya ke alun-alun kota Demak
dan masjid agung Demak,ia duduk di salah satu kursi kosong, tiba-tiba ...
“Mbak,mau
lagu apa? Cuma seribu satu lagu?pripun?
monggo?”
Suara
pengamen remaja dengan ukulelenya yang siap untuk dipetik. “lagu apa saja yang
penting enak didengar” Fatin sambil mengeluarkan uang dua ribuannya dari saku.
Seorang pengamen itu pun bersiap untuk memetik ukulelenya dan mengambil nada,
dan ternyata syair yang dilantunkan pengamen itu tak asing lagi di telinga Fatin
.
“Kata
mereka diriku selalu dimanja, kata mereka diriku selalu ditimang ..” tanpa
disadari Fatin ikut menyanyi dan meneteskan air mata, Fatin menyesal atas
perbuatannya tadi pada ibunya. “Apa yang telah ku perbuat tadi?setan apa yang
merasukiku? Tega-teganya aku membentak ibuku, bahkan aku tega menampar adik ku?ya
Robbi..anak macam apa aku ini?kakak macam apa aku ?”. Dia begitu tersedu-sedu, ingin
segera pulang untuk meminta maaf dan bersujud di kaki ibunya. “lho, lho, lho, mbak mau kemana ? ini lagunya belum
selesai, didengerin dulu mbak ..”
cegah si pengamen sambil kabingungan karena Fatin tiba-tiba pergi dan menangis
. “mbakkae gene yo? opo laguku salah leh ?” dengan memandang
Fatin yang semakin jauh.
Sesampainya di rumah ..
“Bu’e
maafin Fatin ..” tanpa sepucuk salam Fatin masuk istananya dengan diiringi air
mata yang begitu deras mengalir di pipinya . “Alhamdulillah nduk, kamu sudah pulang” suara lirih
ibunya yang sedang duduk di kursi sambil mengelus dan memeluk anak bungsunya.
“bu’e maafin Fatin, Fatin sudah durhaka sama bu’e, Fatin ndak akan lagi bentak
bu’e, bu’e jangan jual kalung dari bapak ya? bu’e simpan aja, nanti biar Fatincari
uang sendiri, bu’e maafin Fatiiin” dengan berlinangan air mata, Fatin memeluk
dan bersujud di tempat surganya nanti . “sudah nduk, bu’e sudah maafin kamu,
kamu jangan begitu lagi ya?sekarang minta maaf sana sama adik mu? Dari tadi dia
nangis terus ..” segera dia memeluk dan mencium adik yang dia sakiti tadi “adek
maafin kakak ya? kakak ngga akan gitu lagi, mulai sekarang kakak akan selalu
jaga adek” dengan nada tersedu-sedu Rifa menjawab “apologize except” Rifa pun
memeluk kakak yang begitu ia sayangi, dan sang ibu menghampiri dan
memeluk kedua anaknya yang begitu ia sayangi .
NB : Tahukah kalian, bahwa di setiap kita membentak dan hati ibu kita
terasa tersakiti, maka itu bisa mengurangi usia ibu kita, jadi semakin kalian
membentaknya, semakin singkat waktu yang kita punya untuk bersamanya .
Bu’e,, you’re my everything .
Oleh: Rifatin Ahmad Shodiq.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !