Primodial
Pagi yang cerah dengan lalu lalang kendaraan
di sekitar SMA Tunas Bangsa yang begitu ramai. Murid-murid SMA mulai
berdatangan dengan seulas senyuman dan semangat yang tinggi. Begitu juga dengan
ketiga gadis cantik yang sudah bersahabat sejak sekolah dasar itu.
Sesampainya di kelas pelajaran
berjalan seperti biasa hingga bel tanda istirahat berbunyi. Teet... teet...
teet... Mita dan Nayla bergegas menuju ke kantin untuk sekedar mengisi perut
mereka yang keroncongan. Tapi tidak dengan Rara, semenjak ia menjabat sebagai
wakil Osis, ia lebih sering menghabiskan waktunya untuk mengerjakan
tugas-tugasnya. Hal itu yang membuat hubungan persahabatannya menjadi renggang.
“Rara kemana Nay..? kok nggak kelihatan..!!”. Tanya Mita sambil mengunyah
makanannya. “Duuhh... udah dehh,, nggak usah nanyakin Rara, dia tu uddah lupa
sama kita..!!!”. Sahut Nayla dengan nada kesal. “Mungkin dia lagi banyak tugas,
udah yuk balik ke kelas, ntar keburu masuk lagi”. “Okey fieks”.
Sewaktu pulang sekolah Rara berusaha
mencari kedua sahabatnya. “Nayla!! Mita!!, kita pulang bareng yuk!!”. Panggil Rara
sambil mendekati keduanya. “Nggak ah,, nggak perlu!! Kayaknuyan kamu uddah
nggak butuh kita lagi dehh!!”. Ujar Nayla dengan ketusnya. “Jangan ngomong gitu
Nay.. Rara kan juga sahabat kita..”. Mita berusaha membela Rara tapi Nayla
malah tetap keras kepala dan pergi meninggalkan keduanya. Rara berusaha menarik
tangan Nayla tapi Nayla malah melepasnya dan berlari mmenyusuri jalan raya.
Selang beberapa menit, terdengar “Brraakkk!!!!”. Semua orang menghampiri asal
suara tersebut. Termasuk Mita dan Rara. Alangkah terkejutnya karena yang mereka
lihat adalah Nayla yang tertabrak motor ketika hendak menyabrang. Nayla
dilarikan ke rumah sakit terdekat. Karena cukup parah, Nayla membutuhkan donor
darah. Tanpa berfikir panjang Rara yang golongan darahnya sama dengan Nayla
bersedia mendonorkan darahnya. Rara meminta Mita untuk merahasiakannya dari
Nayla dan memilih langsung pulang karena takut Nayla masih marah padanya.
Setelah beberapa minggu dirumah
sakit akhirnya Nayla bisa kembali ke sekolah lagi. “Nayla... How are you??”.
Tanya Mita. “Aku dah baikan kok, makasih yaa..”. “Kembali kasih.. eh Nay, Rara udah
dua minggu di rumah sakit, kankernya kambuh... kita jengukin yuk..”. “Nggak ahh...
yang nyebapin aku kecelakaan kan Rara.. ngapain kita jengukin dia”. “Ayo lah
Nay.. sebentar.. saja”. “Sekali nggak ya nngak!!”. “Tapi Rara udah nyelametin
kamu kemarin”. “Nyelametin gimana maksut kamu??”. Akhirnya Mita menceritakan
bahwa Rara yang mendonorkan darahnya untuk Nayla.
Belum sempat selesai, handphone
Mita berdering. “Assalamu’alaikum...”. Setelah mengucap salam Mita hanya diam.
“Innalilahi wa inna ilaihiroji’un”. “Siapa yang meninggal Mit??”. Tanya Nayla.
Tetapi Mita tetap diam. “Siapa Mit!! siapa!!”. Dengan keberatan bibir Mita dan
air matanya, Mita menjawab “Ra.. Ra.. Rara Nay, Rara meninggal”. Nayla terkejut
mendengarnya “Innalillahii... kenapa kamu pergi secepat ini Raa...”.
Keduanya bergegas menuju kekediaman Rara. Sampai disana, hanya isakan tangis
dan kesedihan yang ada. Seusai jasad Rara disholati, Nayla dan Mita ikut
menghantar Rara ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Seusai dimakamkan, satu persatu
beranjak pergi, kecuali Mita dan Nayla yang masih ingin bersama dengan sahabat
mereka. Mereka membuka lembaran kertas yang diberikan ibu Rara ketika mereka
masih di rumah Rara tadi, dengan air mata yang masih mengalir deras, perlahan
surat itu dibaca tepat di depan makam Rara yang masih basah dan wangi.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !